Minggu, 22 September 2013

Makalah HAM dan Rule of Law



BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
               Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak-hak yang (seharusnya) diakui secara universal sebagai hak-hak yang melekat pada manusia karena hakekat dan kodrat kelahiran manusia itu sebagai manusia. Dikatakan ‘universal’ karena hak-hak ini dinyatakan sebagai bagian dari kemanusiaan setiap sosok manusia, tak peduli apapun warna kulitnya, jenis kelaminnya, usianya, latar belakang kultural dan pula agama atau kepercayaan spiritualitasnya. Sementara itu dikatakan ‘melekat’ atau ‘inheren’ karena hak-hak itu dimiliki sesiapapun yang manusia berkat kodrat kelahirannya sebagai manusia dan bukan karena pemberian oleh suatu organisasi kekuasaan manapun. Karena dikatakan ‘melekat’ itu pulalah maka pada dasarnya hak-hak ini tidak sesaatpun boleh dirampas atau dicabut.
               Melanggar HAM seseorang bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Republik yang telah 63 tahun merdeka ini ternyata masih marak di depan mata. Kasus Trisakti tahun 1998 yang belum tuntas hingga kini, kasus Lumpur Lapindo yang menyengsarakan ribuan rakyat tak berdosa masih berlarut-larut, penyerobotan lahan warga oleh aparat militer, perilaku brutal oknum aparat kepolisian yang memasuki kampus UNAS tahun 2008, dan sederetan kasus lainnya, menandakan masih sangat buruknya penegakkan HAM di Indonesia. Kasus terburuk yaitu pembunuhan terencana Munir, seorang aktivis sejati pejuang HAM di Indonesia yang diakui secara internasional, telah mencoreng nama Indonesia di mata dunia.
   `           Iklim penegakan HAM dan Rule of Law di Indonesia setidaknya semakin baik dalam 10 tahun terakhir (era reformasi). Yang harus diingat bahwa penegakkan HAM dan Rule of Law akan menjadi „PR‟ bagi setiap pemerintahan yang berkuasa, terlebih pemilu 2014 sudah semakin dekat. 



1.2     Rumusan masalah
1.  Bagaimana kondisi HAM dan Rule of Law di Indonesia?
2.  Apakah kondisi HAM dan Rule of Law da di Indonesia sudah ideal ?
1.3     Kerangka Berfikir
                        Dalam pembuatan makalah ini penulis menggunakan metode deskriptif, dimana pengertian metode deskriptif adalah menentukan masalah/memecahkan masalah yang terjadi pada waktu sekarang.
1.4     Tujuan dan Manfaat
1.  Mengetahui kondisi HAM dan Rule of Law di Indonesia.
2.  Mengetahui kondisi HAM dan Rule of Law yang ideal.


BAB II
Landasan Teori

2.1     Kondisi Realitas
               Indonesia adalah sebuah negara demokrasi. Indonesia merupakan negara yang sangat menghargai kebebasan. Juga, Indonesia sangat menghargai Hak Asasi Manusia (HAM). Ini bisa dilihat dengan adanya TAP No. XVII/MPR/1998 tentang HAM, Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26/2000 tentang peradilan HAM yang cukup memadai. Ini merupakan tonggak baru bagi sejarah HAM Indonesia dan merupakan kebanggaan tersendiri bagi Indonesia, karena baru Indonesia dan Afrika Selatan yang mempunyai undang undang peradilan HAM. Aplikasi dari undang undang ini adalah sudah mulai adanya penegakan HAM yang lebih baik.
               Di Indonesia, hak-hak asasi manusia (HAM) dapat dibedakan menjadi enam. Diantaranya sebagai berikut :
1.    Hak-hak asasi manusia (Personal rights) yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, dan kebebasan bergerak.
2.    Hak-hak asasi ekonomi (Property rights) yaitu hak untuk memiliki sesuatu, membeli dan menjual serta memanfaatkannya.
3.    Hak-hak asasi politik (Political rights), yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam suatu pemilihan umum), hak untuk mendirikan partai politik.
4.    Hak-hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan (right of legal equality)
5.    Hak-hak asasi sosial dan kebudayaan (social and culture right). Misalnya hak untuk memilih pendidikan dan hak untuk mengembangkan kebudayaan.
6     Hak asasi untuk mendapat perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural rights). Misalnya ; peraturan dalam hal penahanan, penangkapan, penggeledahan, dan peradilan.
  
               Pancasila sebagai dasar negara secara tersirat telah memuat hak asasi manusia sebagaimana yang diuraikan di bawah ini :

1.      Sila Pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa
         Sila pertama mengandung pengertian antara lain pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan menjamin untuk melakukannya menurut keyakinan masing-masing. Pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa dapat dilaksanakan bila penghormatan terhadap hak asasi manusia mendapat pengakuan berupa jaminan terhadap kemerdekaan beragama.
2.      Sila kedua yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradab
         Sila kedua mengandung makna adanya sikap yang menghandaki terlaksananya nilai-nilai kemanusiaan dalam arti pengakuan martabat manusia, hak asasi manusia dan kemerdekaan manusia. Tiap-tiap orang diperlakukan secara pantas, tidak boleh disiksa, dihina atau diperlakukan melampui batas kemanusiaan. Pengabdian manusia sebagai individu dan sebagai makhluk sosial. Sebagai individu mempunyai hak asasi yang dapat dinikmati dan dipertahankan terhadap pengakuan luar, sebagai makhluk sosial penggunaan hak-hak asasi sosial. Artinya ada keseimbangan antara individu dengan kepentingan umum.
3.      Sila ketiga, yaitu Persatuan Indonesia
         Persatuan atau kebangsaan adalah sikap yang mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan suku, golongan, ataupun partai. Kesdaran bangsa Indonesia timbul karena keinginan untuk bersatu serta setiap insan Indonesia bebas menikmati hak asasinya tanpa hambatan sedikitpun. Terbentuknya semangat kebersamaan jangan sampai menimbulkan pertentangan dengan bangsa lain, tetapi hendaknya menimbulkan rasa saling menghormati antar bangsa yang satu dengan yang lain.
4.      Sila keempat, yaitu Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
         Kedaulatan berarti kekuasaan negara berada di tangan rakyat. Negara dibentuk oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat, kedaulatan itu disalurkan secara demokrasi melalui perwakilan. Kedaulatan rakyat berarti berisi pengakuan harkat dan martabat manusia, dan berarti juga menghormati serta menjunjung tinggi segala hak manusia dan hak asasi yang melekat padanya.
5.      Sila kelima, yaitu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
         Sila kelima mengandung makna keadilan yang memberi pertimbangan bahwa hak milik berfungsi sosial. Tiap-tiap orang dapat menikmati hidup yang layak sebagai manusia terhormat, dalam arti tidak ada kepincangan dimana ada golongan yang hidup mewah, sedangkan golongan yang lain sangat melarat. Jadi, dalam sila kelima dijamin hak untuk hidup layak, dijamin adanya hak milik, hak atas jaminan sosial, dan hak atas pekerjaan dengan sistem pengupahan dan syarat kerja yang baik dan layak, serta berhak atas tingkat hidup yang menjamin kesehatan.
               Program penegakan hukum dan HAM (PP Nomor 7 Tahun 2005), meliputi pemberantasan korupsi, antiterorisme, dan pembasmian penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya. Oleh sebab itu, penegakan hukum dan HAM harus dilakukan secara tegas, tidak diskriminatif, dan konsisten.
Kegiatan-kegiatan pokok penegakan HAM meliputi:
1.    Penguatan upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Pembeantasan Korupsi Tahun 2004-2009.
2.    Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) dari tahun 2004-2009 sebagai gerakan nasional.
3.    Peningkatan penegakan hukum terhadap pemberantasan tindak pidana terorisme dan penyalahgunaan narkotika serta obat berbahaya lainnya.
4.    Peningkatan efektivitas dan penguatan lembaga/institusi hukum maupun lembaga yang fungsi dan tugasnya mencegah dan memberantas korupsi.
5.    Peningkatan efektivitas dan penguatan lembaga/institusi hukum maupun lembaga yang fungsi dan tugasnya menegakkan hak asasi manusia.
6.    Peningkatan upaya penghormatan persamaan terhadap setiap warga negara di depan hukum melalui keteladanan kepala negara dan pimpinan lainnya untuk mematuhi dan menaati hukum dan hak asasi manusia secara konsisten dan konsekuen.
7.    Penyelenggaraan audit regular atas seluruh kekayaan pejabat pemerintah dan pejabat negara.
8.    Peninjauan serta penyempurnaan berbagai konsep dasar dalam rangka mewujudkan proses hukum yang lebih sederhana, cepat, tepat, dan dengan biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
9.    Peningkatan berbagai kegiatan operasional penegakan hukum dan hak asasi manusia dalam rangka menyelenggarakan ketertiban sosial agar dinamika masyarakat dapat berjalan sewajarnya.
10. Pembenahan sistem manajemen penanganan perkara yang menjamin akses publik, pengembangan sistem pengawasan yang transparan dan akuntabel.
11. Pengembangan sistem manajemen kelembagaan hukum yang transparan.
12.  Penyelamatan barang bukti akuntabilitas kinerja yang berupa dokumen/arsip lembaga negara dan badan pemerintahan untuk mendukung penegakan hukum dan HAM.
13.  Peningkatan koordinasi dan kerja sama yang menjamin efektivitas penegakan hukum dan HAM
14.  Pembaharuan materi hukum yang terkait dengan pemberantasan korupsi.
15. Peningkatan pengawasan terhadap lalu lintas orang yang melakukan perjalanan baik ke luar maupun masuk ke wilayah Indonesia.
16.  Peningkatan fungsi intelijen agar aktivitas terorisme dapat dicegah pada tahap yang sangat dini, serta meningkatkan berbagai operasi keamanan dan ketertiban.
17.  Peningkatan penanganan dan tindakan hukum terhadap penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya melalui identifikasi dan memutus jaringan peredarannya, meningkatkan penyidikan, penyelidikan, penuntutan, serta menghukum para pengedarnya secara maksimal.
               Namun bukan berarti adanya penegakan HAM di Indonesia, membuat pandangan dunia terhadap Indonesia kian membaik. Karena masih banyak masalah-masalah HAM di Indonesia  yang belum di tuntaskan. Contohnya masalah kekerasan di Aceh, di Ambon, Palu, dan Irian Jaya, tragedi Priok, kekerasan pembantaian ”dukun santet” di Banyuwangi, Ciamis, dan berbagai daerah lain, tragedi Mei di Jakarta, Solo, dan berbagai kota lain, tragedi Sabtu Kelabu, 27 Juli 1996, penangkapan yang salah tangkap, serta rentetan kekerasan kerusuhan massa terekayasa di berbagai kota, yang bagaikan kisah bersambung sepanjang tahun-tahun terakhir pemerintahan kedua: tragedi Trisakti, tragedy Semanggi, kasus-kasus penghilangan warga negara secara paksa, pelanggaran HAM di Timor-timor beberapa waktu yang lalu. Kasus yang juga mencuat hingga mata dunia terbelalak yaitu pembunuhan aktivis sejati HAM di Indonesia, yaitu Munir. Hingga kini, pembunuhan Munir masih dalam proses hukum, walaupun sangat sulit diungkapkan, karena melibatkan oknum anggota Badan Intelejen di Indonesia.
Selain HAM Indonesia juga memiliki permasalahan dalam penegakkan hukum. Karena Indonesia merupakan negara hukum yang selalu menjadikan hukum sebagai panglima dalam seluruh aktivitas negara dan masyarakat.  Cita-cita reformasi untuk mendudukan hukum di tempat tertinggi (supremacy of law) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara hingga saat ini tak pernah terwujud. Bahkan dapat dikatakan hanya tinggal mimpi dan angan-angan.
Akan tetapi negara hukum Indonesia akan terbayar murah dan status negara hukumnya terancam dengan melihat adanya praktik- praktik penegakan hukum belakangan ini. Konsep the rule of law yang diterapkan oleh aparatur hukum dari kepolisian hingga lembaga peradilan bahkan komisi dan satgas sekalipun luput dari cita-cita penegakan hukum yang independen, imparsial, dan bebas dari intervensi kekuasaan maupun politik. Kondisi tersebut terjadi lantaran campur tangan politik (partai politik dan politisi) dalam aktivitas penegakan hukum. Hal inilah yang kemungkinan menjadi penyebab hancurnya negara hukum Indonesia yang kemungkinan akan terdegradasi oleh negara kekuasaan sentralis (machstaat) jika tetap dipertahankan negara hukum pun dipertanyakan.  Bila dicermati suramnya wajah hukum merupakan implikasi dari kondisi penegakan hukum (law enforcement) yang statis dan kalaupun hukum ditegakkan maka penegakannya diskriminatif. Praktik-praktik penyelewengan dalam proses penegakan hukum seperti, mafia peradilan, proses peradilan yang diskriminatif, jual beli putusan hakim, atau kolusi Polisi, Hakim, Advokat dan Jaksa dalam perekayasaan proses peradilan merupakan realitas sehari-hari yang dapat ditemukan dalam penegakan hukum di negeri ini. 
Dampak yang ditimbulkan dari tidak berjalannya penegakan hukum dengan baik dan efektif adalah kerusakan dan kehancuran diberbagai bidang (politik, ekonomi, sosial, dan budaya).  Selain itu buruknya penegakan hukum juga akan menyebabkan rasa hormat dan kepercayaan masyarakat terhadap hukum semakin menipis dari hari ke hari.  Akibatnya, masyarakat akan mencari keadilan dengan cara mereka sendiri.  Suburnya berbagai tindakan main hakim sendiri (eigenrichting) di masyarakat adalah salah satu wujud ketidakpercayaan masyarakat. 

               Berikut ini beberapa faktor yang menyebakan masalah dalam penegakan hukum di Indonesia:
1.    Campur Tangan Politik
                      Kasus-kasus hukum di Indonesia banyak yang terhambat karena adanya campur tangan politik didalamnya Hal yang lumrah untuk dilontarkan karena kasus-kasus besar dan berdimensi struktural saat ini setidaknya melibatkan partai politik penguasa negara ini. ICW mencatat ada 10 kasus korupsi yang melibatkan Partai Demokrat.  Penegakan hukum tidak  secara independen, tentu tidak hanya karena masalah sikap aparatur namun juga karena intervensi politik, yang keduanya bersinergi secara simultan.  Beberapa kasus extra ordinary crime yang mampir di KPK mayoritas dipengaruhi oleh konfigurasi politik, misalnya ditelantarkannya kasus Bank Century yang sampai saat ini tidak mendapatkan kepastian hukum dan hanya mentah di DPR. Dalam hal tersebut jelas dan tentu dimenangkan oleh partai-partai yang berkepentingan dengan keberadaan eksekutif saat ini. Dalam kasus Bank Century berpotensi menyeret para pemilik kursi eksekutif, seperti mundurnya Sri Mulyani dari Menteri Keuangan lantaran terseret dalam kasus ini.  Adapun kasus lain yang kini tengah mendapat sorotan publik yang melibatkan mantan Bendahara Partai Demokrat Nazaruddin, yakni terkait dugaan korupsi dalam program pembangunan wisma atlet SEA Games dan tenaga kependidikan, Kemendiknas. Dalam kasus ini konon kader Partai Demokrat tersebut telah menyumbang Rp 13 miliar ke Partai Demokrat, dan dalam pengakuannya Nazaruddin diperintahkan untuk lari ke luar negeri oleh pimpinan umum Partai Demokrat agar tidak terjamah oleh hukum. Meskipun belum bisa dipastikan semua, pengakuan Nazaruddin di beberapa media massa adalah benar, patut untuk diduga bahwa telah terjadi campur tangan politik dalam aktivitas penegakan hukum di Indonesia. Dan masih ada beberapa kasus yang kemungkinan melibatkan beberapa kader partai politik termasuk Andi Nurpati dari Demokrat dalam kasus mafia pemilu, Agusrin Najamudin, Gubernur Lampung yang dalam kasusnya divonis bebas oleh hakim Syarifudin Umar. Nunun Nurbaetie tersangka suap pemilihan Deputi Senior Gubernur BI.
2.    Peraturan perundangan yang lebih berpihak kepada kepentingan penguasa dibandingkan   kepentingan rakyat.
          Hal ini dapat terlihat jelas terhadap hukuman yang diberikan kepada para penguasa yang terjerat kasus korupsi hanya diberikan hukuman yang ringan padahal mereka sangat merugikan Negara sedangkan rakyat kecil yang melakukan kesalahan dikarenakan kemiskinan yang menjerat mereka dihukum dengan berat tanpa adanya perikemanusiaan.
3.    Rendahnya integritas moral, kredibilitas, profesionalitas dan kesadaran hukum aparat penegak hukum dalam menegakan hukum.
          Moral yang ada di beberapa aparat penegak hukum di Indonesia saat ini bisa dikatakan sangat rendah. Mereka dapat dengan mudahnya disuap oleh para tersangka agar mereka bisa terbebas atau paling tidak mendapat hukuman yang rendah dari kasus hukum yang mereka hadapi. Padahal para aparat ini telah disumpah saat ia memangkuh jabatannya sebagai penegak hukum. Terjadi pelanggaran moral ini kerena kebutuhan ekonomi yang terlalu berlebihan dibanding kebutuhan psikis yang seharusnya sama.  Hakikat manusia adalah makhluk budaya menyadari bahwa yang benar, baik dan indah merupakan keseimbangan  antara kebutuhan ekonomi dan kebutuhan psikis dan inilah yang menjadi tujuan hidup manusia.   kebahagian jasmani dan rohani tercapai dalam keadaan seimbang artinya perolehan dan pemanfaatan harta kekayaan terjadi dalam suasana tertib, damai, dan serasi.
4.    Kedewasaan Berpolitik.
          Berbagai sikap yang diperlihatkan oleh partai politik saat kadernya terkena kasus poltik sesungguhnya memperlihatkan ketidak dewasaan para elit politik di Negara hukum ini. Sikap saling sandera serta cenderung untuk mengadvokasi para kader termasuk ketidakmauan untuk memberikan informasi  kepada aparat penegak hukum terkait dengan beberapa kasus korupsi yang sedang berlangsung saat ini.  sikap kooperatif dan transparansi dalam penegak hukum dianak tirikan, sedangkan politik pencitraan diutamakan agar tetap eksis di hadapan masyarakat.
          Untuk mengurangi penyelewengan hukum dan untuk menegakan hukum sesuai UUD 45 maka aparatur hukum sendiri sebagai seorang penegak hukum harus memiliki motivasi yang muncul dari isi jabatan atau pekerjaan yang mencakup faktor tanggung jawab.  Tanggung jawab ini wajib dimiliki oleh para penegak hukum haruslah taat terhadap hukum dan berpegang teguh kepada UUD 45.  Selain itu, untuk meminimalkan tindakan penyuapan kepada penegak hukum, pemerintah seharusnya memberi kenaikan imbalan, pujian atau promosi dll.  Beberapa masalah penegakan hukum di Indonesia yang terjadi belakangan ini, seharusnya dijadikan pembelajaran dan evaluasi diri para penegak hukum di Indonesia.

2.2     Kondisi Ideal
                         Undang-undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional Indonesia telah menyatakan diri sebagai negara hukum, selain itu secara nyata pasal-pasal lainnya dalam UUD 1945 mendukung ciri-ciri Indonesia sebagai negara hukum. Pasal-pasal tersebut meliputi :
1.    Pasal 1 ayat 3 Undang-undang Dasar 1945 dinyatakan : Negara Indonesia adalah negara hukum.
2.    Pasal 24 ayat (1) dinyatakan : Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
3.    Pasal 27 ayat (1) dinyatakan : Segala warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
4.    Pasal 28 huruf a s/d i memuat perlindungan atas HAM.
               Pasal-pasal dalam UUD 1945 yang berkaitan dnegan Rule of Law itu pun selanjutnya dijabarkan lagi dalam undang-undang dan peraturan pelaksanaan lainnya yang secara nyata menjadikan Indonesia sebagai negara hukum. Setidaknya, saat ini ada berbagai undang-undang yang berkaitan dengan itu, seperti : UU tentang Mahkamah Agung, UU tentang Mahkamah Konstitusi, UU tentang Pemilu, UU tentang Parpol dan sebagainya.
               Konsep Indonesia sebagai negara hukum haruslah disusun dalam suatu sistem hukum yang saling mendukung dan saling berkaitan dengan satu tujuan yaitu terpenuhinya negara hukum secara hakiki. Sistem hukum nasional di dasarkan pada tata urutan tertib hukum (legal order) yang diatur dalam ketetapan MPR No.III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. Tata urutan tersebut di atas dan berbagai peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia secara hirarkis antara urutan peraturan yang berada di bawah tidak boleh bertentangan secara material dengan peraturan yang ada di atasnya. Dengan konsep otonomi daerah yang berlaku saat ini berbagai peraturan daerah baik yang ada di pemerintahan propinsi, pemerintahan kabupaten, dan pemerintahan kota haruslah sesuai dan sejalan dengan konsep negara hukum yang diatur dalam UUD 1945 dan UU lainnya.
               Sedangkan perlindungan HAM di Indonesia harus didasarkan pada prinsip bahwa hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hak pembangunan, merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan baik dalam penerapan, pemantauan, maupun dalam pelaksanaannya (Wirayuda, 2005). Hal ini sesuai dengan isi Piagam PBB yaitu Pasal 1 ayat (3), Pasal 55 dan 56 yang berisi bahwa upaya pemajuan dan perlindungan HAM harus dilakukan melalui suatu konsep kerja sama internasional yang berdasarkan pada prinsip saling menghormati, kesederajatan, dan hubungan antarnegara serta hukum internasional yang berlaku.
               Sesuai dengan amanat konstitusi, Hak Asasi Manusia di Indonesia didasarkan pada Konstitusi NKRI, yaitu:
1.      Pembukaan UUD 1945 (alinea 1)
‘...Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa....’ kutipan ini menegaskan hak atas kemerdekaan atau kebebasan.
2.  Pembukaan UUD 1945 (alinea 4)
     ‘....Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi............. maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam susunan Negara Republik Indonesia  yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilam, serta dnegan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.’ Kutipan ini menegaskan landasan idiil pengakuan dan jaminan Hak Asai Manusia Indonesia.
3.    Batang Tubuh UUD 1945
Pasal 27 sampai dengan pasal 34 UUD 1945 menegaskan Hak Asasi Manusia dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
4.  Ketetapan MPR
     Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. berdasarkan ketetapan ini dirumuskan Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Hak-hak Asasi Manusia yang terkandung dalam ketetapan tersebut antara lain ; hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak keadilan, hak keamanan, hak kesejahteraan, kewajiban, perlindungan dan pemajuan.

2.3     Analisis
               Iklim penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Rule of Law di Indonesia setidaknya semakin baik dalam 10 tahun terakhir (era reformasi). Juga, Indonesia sangat menghargai Hak Asasi Manusia (HAM). Hal ini terbukti dengan adanya :  Pembukaan UUD 1945 (alinea 1), Pancasila sila keempat, Batang Tubuh UUD 1945 (Pasal 27, 29, dan 30), UU Nomor 39/1999 tentang HAM dan UU Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM. Dan juga dibentuknya badan-badan penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) , Badan Peradilan yang terdiri dari Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Komnas HAM.
               Meski UU tentang HAM dan lembaga penegak hukum sudah dibuat, pada kenyataanya dalam penerapannya belum berjalan dengan lancar. Masih banyak pelanggaran-pelanggaran hukum dan HAM yang terjadi di Indonesia. Contohnya masalah kekerasan di Aceh, di Ambon, Palu, dan Irian Jaya, tragedi Priok, kekerasan pembantaian ”dukun santet” di Banyuwangi, Ciamis, dan berbagai daerah lain, tragedi Mei di Jakarta, Solo, dan berbagai kota lain, tragedi Sabtu Kelabu, 27 Juli 1996, penangkapan yang salah tangkap, serta rentetan kekerasan kerusuhan massa terekayasa di berbagai kota, yang bagaikan kisah bersambung sepanjang tahun-tahun terakhir pemerintahan kedua: tragedi Trisakti, tragedy Semanggi, kasus-kasus penghilangan warga negara secara paksa, pelanggaran HAM di Timor-timor beberapa waktu yang lalu. Kasus yang juga mencuat hingga mata dunia terbelalak yaitu pembunuhan aktivis sejati HAM di Indonesia, yaitu Munir. Hingga kini, pembunuhan Munir masih dalam proses hukum, walaupun sangat sulit diungkapkan, karena melibatkan oknum anggota Badan Intelejen di Indonesia.  
               Menurut Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Marzuki Darusman, pelaksanaan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia baru pada tahap kebijakan belum menjadi bagian dari sendi-sendi dasar kehidupan berbangsa untuk menjadi faktor integrasi atau persatuan. Problem dasar HAM yaitu penghargaan terhadap martabat dan privasi warga negara sebagai pribadi juga belum ditempatkan sebagaimana mestinya.
               Dengan masih banyaknya pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia dapat diartikan bahwa penegakkan hukum (Rule of Law) belum berjalan dengan baik dan masih terkendala dengan kesadaran dan kesungguhan para penguasa serta pemahaman warga Negara akan hakikat HAM. Mengingat bahwa tegaknya Rule of Law akan berdampak positif pada pelaksanaan Hak Asasi Manusia (HAM).
               Untuk mengawal penegakan HAM di Indonesia, diperlukan partisipasi masyarakat, baik secara pribadi maupun secara institusi seperti Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM ), Lembaga Pendidikan, Media dan Pers, dan lembaga-lembaga lainnya. Hal ini dirasakan sangat efektif dalam membangun opini secara meluas akan pelanggaran HAM yang terjadi disekitar kita.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1         Kesimpulan
Jadi, dapat disimpulkan bahwa :
1.      Kondisi Rule of Law dan HAM di Indonesia memang sudah mengalami kemajuan. Terbukti dengan adanya Pembukaan UUD 1945 (alinea 1), Pancasila sila keempat, Batang  Tubuh  UUD 1945 (Pasal 27, 29, dan 30), UU Nomor 39/1999 tentang HAM dan UU Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM. Dan juga dibentuknya badan-badan penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) , Badan Peradilan yang terdiri dari Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Komnas HAM. Namun bukan berarti adanya lembaga penegak hukum, masalah HAM di Indonesia semuanya dapt terselasaikan dengan baik. Masih banyak masalah-masalah HAM yang bahkan hingga saat ini belum terselesaikan. Salah satunya adalah kasus yang juga mencuat hingga mata dunia terbelalak yaitu pembunuhan aktivis sejati HAM di Indonesia, yaitu Munir. Hingga kini, pembunuhan Munir masih dalam proses hukum, walaupun sangat sulit diungkapkan, karena melibatkan oknum anggota Badan Intelejen di Indonesia.

2.      Kondisi Rule of Law dan HAM di Indonesia dapat dikatakan ideal, karena adanya UU tentang HAM dan adanya lembaga penegak hukum. Namun jika di lihat dari penerapannya Indonesia belum  memiliki kondisi yang ideal, karena masih banyak pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia.
3.2     Saran
               Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Disamping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.



  
DAFTAR PUSTAKA

courseware.politekniktelkom.ac.id

1 komentar: