BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Permasalahan
yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. Kemiskinan lahir bersamaan
dengan keterbatasan sebagian manusia dalam mencukupi kebutuhannya. Kemiskinan
telah ada sejak lama pada hampir semua peradaban manusia. Pada setiap belahan
dunia dapat dipastikan adanya golongan konglomerat dan golongan melarat. Dimana
golongan yang konglomerat selalu bisa memenuhi kebutuhannya, sedangkan golongan
yang melarat hidup dalam keterbatasan materi yang membuatnya semakin terpuruk.
Di Indonesia sendiri kemiskinan tidak dapat terelakkan, walaupun dengan
sumberdaya alam yang melimpah. Menurut Prof. Aswanto sekitar 80 persen rakyat
Indonesia tergolong miskin. Hal itu disebabkan oleh pengelolaan sumber daya
alam yang kurang dan kemampuan sumber daya manusianya sendiri yang sangat
kurang. Dari sekitar 100 persen aset yang dimiliki Indonesia, hanya 1 persen
yang dikelola oleh rakyat indonesia. Sedangkan menurut versi Bank Dunia, saat
ini kurang dari 45 persen atau sekitar 115 juta rakyat Indonesia yang hidup
digaris kemiskinan.
Penggalian tentang kemiskinan yang selama ini cenderung dilakukan pada
batas angka-angka statistik makro yang kurang mendalam serta tidak detail dalam
mengungkap latar belakang masyarakat miskin. Akibatnya tidak dapat melihat
persoalan secara komperehensif mengenai dimensi-dimensi kemiskinan, karena
sesungguhnya persoalan kemiskinan terkait dan saling mempengaruhi dengan
persoalan yang lainnya. Pada sisi lain studi tentang kemiskinan juga cenderung over
akademis yang kurang memiliki daya guna pemecahan persoalan yang sifatnya
praksis penanggulangan kemiskinan, sekaligus gagal mengungkap akar penyebab
kemiskinan.
Kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak mampu memenuhi
kebutuhan dasarnya seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan dan
kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan
dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan
merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif
dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan
evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah
mapan. Kemiskinan merupakan suatu permasalahn klasik yang secara terus menerus
berlangsung dari zaman dahulu kala hingga saat ini. Berbagai upaya telah
dilakukan oleh Indonesia untuk mengentaskan kemiskinan baik melalui program
bantuan langsung tunai (BLT), dana bantuan operasional sekolah (Dana BOS),
beras rakyat miskin (Raskin), dan berbagai upaya lainnya. Dari penjelasan
diatas maka dari itu penulis mengambil judul “ Kemiskinan ditinjau dari Segi
Ekonomi dan Non-Ekonomi”
1.2
Rumusan
Masalah
1.2.1
Apa pengertian Kemiskinan ?
1.2.2
Apa faktor –faktor penyebab Kemiskinan?
1.2.3
Bagaimana cara mengatasi Kemiskinan ?
1.2.4
Bagaimana Kemiskinan bila ditinjau dari
Segi Ekonomi ?
1.2.5
Bagaiman Kemiskinan bila ditinjau dari
Segi Non-Ekonomi ?
1.3
Tujuan
1.3.1
Mengetahui pengertian Kemiskinan.
1.3.2
Mengetahui faktor penyebab Kemiskinan.
1.3.3
Mengetahui cara mengatasi Kemiskinan.
1.3.4
Mengetahui bagaimana Kemiskinan bila
ditinjau dari Segi Ekonomi.
1.3.5
Mengetahui bagaimana Kemiskinan bila
ditinjau dari Segi Non-Ekonomi.
1.4
Metode
Penulisan
Metode
yang dilakukan oleh penulis adalah browsing internet, yaitu metode yang
menggunakan akses internet untuk mencari data-data dari berbagai sumber yang
diperlukan oleh penulis dalam penyusunan makalah.
1.5
Manfaat
1.5.1
Dapat mengetahui pengertian Kemiskinan.
1.5.2
Dapat mengetahui faktor penyebab
Kemiskinan.
1.5.3
Dapat mengetahui cara mengatasi
Kemiskinan.
1.5.4
Dapat mengetahui bagaimana Kemiskinan
bila ditinjau dari Segi Ekonomi.
1.5.5
Dapat mengetahui bagaimana Kemiskinan
bila ditinjau dari Segi Non-Ekonomi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kemiskinan
Secara harfiah, kemiskinan berasal
dari kata dasar miskin yang artinya tidak berharta-benda (Poerwadarminta,
1976). Dalam pengertian yang lebih luas, kemiskinan dapat dikonotasikan sebagai
suatu kondisi ketidakmampuan baik secara individu, keluarga, maupun kelompok
sehingga kondisi ini rentan terhadap timbulnya permasalahan sosial yang lain.
Definisi tentang kemiskinan telah mengalami perluasan, seiring dengan
semakin kompleksnya faktor penyebab, indikator maupun permasalahan lain yang
melingkupinya. Kemiskinan tidak lagi hanya dianggap sebagai dimensi ekonomi
melainkan telah meluas hingga kedimensi sosial, kesehatan, pendidikan dan
politik. Menurut Badan Pusat Statistik, kemiskinan adalah ketidakmampuan
memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makan maupun
non makan. Definisi dibuat tergantung dari latar belakang dan tujuan, juga
tergantung dari sudut mana definisi tersebut ditinjaunya, untuk kepentingan apa
definisi tersebut dibuat. Biasanya definisi-definisi tersebut akan saling
melengkapi antara yang satu dengan yang lainnya.
1.
Definisi kemiskinan dilihat
dari beberapa segi :
a.
Dilihat dari standar kebutuhan hidup yang layak /
pemenuhan kebutuhan pokok. Golongan ini mengatakan bahwa kemiskinan itu adalah
tidak terpenuhnya kebutuhan-kebutuhan pokok/dasar disebabkan karena adanya kekurangan
barang-barang dan pelayanan –pelayanannya yang dibutuhkan untuk memenuhi
standar kebutuhan yang layak. Ini merupakan kemiskinan absolut/mutlak yakni
tidak terpenuhinya standar kebutuhan pokok/dasar.
b.
Dilihat dari segi pendapatan/ penghasilan income. Kemiskinan
oleh golongan dilukiskan sebagai kurangya pendapatan/penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan hidup yang pokok.
c.
Dilihat dari segi kesempatan / Opportunity. Kemiskinan
adalah karena ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan (meraih) basis
kekuasaan sosial meliputi
1.
Keterampilan yang memadai.
2.
Informasi/pengetahuan – pengetahuan yang berguna bagi
kemajuan hidup.
3.
Jaringan-jaringan sosial ( Social Network ).
4.
Organisasi-organisasi sosial dan politik.
5.
Sumber-sumber modal yang diperlukan bagi peningkatan
pengembangan kehidupan.
d.
Dilihat dari segi keadaan / kondisi. Kemiskinan
sebagai suatu kondisi / keadaan yang bisa dicirikan dengan :
1.
Kelaparan/kekurangan makan dan gizi.
2.
Pakaian dan perumahan yang tidak memadai.
3.
Tingkat pendidikan yang rendah.
4.
Sangat sedikitnya kesempatan untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang pokok.
e.
Dilihat dari segi penguasaan terhadap sumber-sumber. Menurut
golongan ini kemiskinan merupakan keterlantaran yang disebabkan oleh penyebaran
yang tidak merata dan sumber-sumber ( Malldistribution of Resources), termasuk
didalamnya pendapatan / income.
f.
Kemiskinan menurut Drewnowski
Drewnowski ( Epi Supiadi:2003) mencoba menggunakan indikator-indikator
sosial untuk mengukur tingka-tingkat kehidupan ( The Level of Living Index ).
Menurutnya terdapat tiga tingkatan kebutuhan untuk menentukan tingkat kehidupan
seseorang :
a. Kehidupan fisik dasar ( Basic Fisical Needs ), yang meliputi
gizi/nutrisi, perlindungan/perumahan ( Shelter/housing ) dan kesehatan.
b. Kebutuhan budaya dasar ( Basic Cultural Needs), yang meliputi
pendidikan,penggunaan waktu luang dan rekreasi dan jaminan sosial (Social
Security).
c. High income, yang meliputi pendapatan yang surplus atau
melebihi takarannya.
2. Definisi kemiskinan dilihat dari beberapa konsep adalah :
a.
BAPPENAS : Tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk
mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
b.
BPS : Bilamana jumlah rupiah yang dikeluarkan atau
dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kurang dari 2.100 kalori
perkapita.
c.
Bank Dunia : Tidak tercapainya kehidupan yang layak
dengan penghasilan 1,00 dolar AS perhari .
d.
BKKBN keluarga miskin jika :
1.
Tidak dapat melaksanakan ibadah menurut keyakinannya.
2.
Tidak mampu makan sehari dua kali.
3.
Tidak memiliki pakaian berbeda untuk dirumah,bekerja
atau sekolah dan berpergian.
4.
Tidak bagian terluas dari rumahnya berlantai tanah.
5.
Mampu membawa anggota keluarga sarana kesehatan.
e.
WB ( 2001) kemiskinan adalah suatu kondisi terjadinya
kekurangan pada taraf hidup manusia baik fisik atau sosial.
3. Definisi kemiskinan dilihat dari
beberapa ahli ialah:
1. Levitan (1980) mengemukakan kemiskinan adalah kekurangan
barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu
standar hidup yang layak.
2. Faturchman dan Marcelinus Molo (1994) mendefenisikan bahwa
kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dan atau rumah tangga untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya.
3. Menurut Ellis (1994) kemiskinan merupakan gejala multidimensional
yang dapat ditelaah dari dimensi ekonomi, sosial politik.
4. Menurut Suparlan (1993) kemiskinan didefinisikan sebagai suatu
standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi
pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang
umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
5. Reitsma dan Kleinpenning (1994)
mendefisnisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi
kebutuhannya, baik yang bersifat material maupun non material.
6. Friedman (1979) mengemukakan
kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk memformulasikan basis
kekuasaan sosial, yang meliptui : asset (tanah, perumahan, peralatan,
kesehatan), sumber keuangan (pendapatan dan kredit yang memadai), organisiasi
sosial politik yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai kepentingan bersama,
jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang atau jasa, pengetahuan dan
keterampilan yang memadai, dan informasi yang berguna.
Dari berbagai sudut pandang tentang pengertian kemiskinan ,pada dasarnya
bentuk kemiskinan dapat dikelompokkan menjadi tiga pengertian, yaitu :
1. Kemiskinan Absolut
Terjadi apabila
tingkat pendapatannya dibawah garis kemiskinan atau sejumlah pendapatannya
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimun, antara lain kebutuhan pangan,
sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk meningkatkan
kapasitas agar bisa hidup dan bekerja. Kemiskinan jenis ini mengacu pada satu
standard yang konsisten, tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat /negara.
Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari penduduk yang
makan dibawah jumlah yang cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira
2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa). Bank Dunia mendefinisikan
Kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan dibawah USD $1/hari,
dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari. Dengan
batasan ini maka diperkiraan pada 2001 terdapat 1,1 miliar orang didunia
mengkonsumsi kurang dari $1/hari, dan 2,7 miliar orang didunia
mengkonsumsi kurang dari $2/hari.
2.
Kemiskinan
Relatif
Adalah kondisi
dimana pendapatannya berada pada posisi di atas garis kemiskinan, namun relatif
lebih rendah dibanding pendapatan masyarakat sekitarnya. Meskipun kemiskinan
yang paling parah terdapat di negara bekembang, ada bukti tentang
kehadiran kemiskinan di setiap region. Di negara-negara maju, kondisi ini
menghadirkan kaum tuna wisma yang berkelana ke sana kemari dan daerah pinggiran
kota.
3.
Kemiskinan
Struktural
Ialah kondisi
atau situasi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau
seluruh masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan pendapatan. Kemiskinan
struktural muncul karena ketidakmampuan sistem dan struktur sosial dalam
menyediakan kesempatan-kesempatan yang memungkinkan si miskin dapat bekerja.
Struktur sosial tersebut tidak mampu menghubungkan masyarakat dengan
sumber-sumber yang tersedia, baik yang disediakan oleh alam, pemerintah maupun
masyarakat yang ada disekitarnya. Mereka yang tergolong dalam kelompok ini
adalah buruh tani, pemulung, penggali pasir dan mereka yang tidak terpelajar
dan tidak terlatih. Pihak yang berperan besar dari terciptanya kemiskinan
struktural adalah pemerintah. Sebab, pemerintah yang memiliki kekuasaan dan kebijakan
cenderung membiarkan masyarakat dalam kondisi miskin, tidak mengeluarkan
kebijakan yang pro masyarakat miskin, Kalau pun ada lebih berorientasi pada
proyek, bukan pada pembangunan kesejahteraan, sehingga tidak ada masyarakat
miskin yang ‘naik kelas’. Artinya jika pada awalanya sebagai buruh, nelayan,
pemulung, maka selamanya menjadi buruh nelayan dan pemulung.
2.2 Faktor Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan merupakan suatu
masalah yang terjadi di zaman sekarang saja tetapi terjadi dari zaman dahulu
sampai sekarang kemiskinan seolah-olah telah menjadi masalah lintas zaman.
Sebagai akibat dari kemiskinan ini yaitu terjadinya pertentangan antara
kapitalisme dan sosialisme dimana kapitalisme mengedepankan modal yang sebesar
besarnya dan keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa melihat status atau kondisi
perekonomian sedangkan sosialisme cenderung bergerak pada aspek social yang
mengedepankan kesejahteraan rakyat. Dari pernyataan diatas sudah terlihat
sekali kenyataan tersebut menjadi latar belakang mengapa kemiskinan menjadi
masalah yang mendapatkan perhatian besar di setiap Negara di dunia.Ada dua
kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yakni kemiskinan alamiah dan
karena buatan. Kemiskinan alamiah terjadi antara lain akibat sumber daya alam
yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan
"buatan" terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat
membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan
berbagai fasilitas lain yang tersedia, hingga mereka tetap miskin. Indonesia
merpakan negara yang kaya akan sumber daya alam tatapi Indonesia tidak
dikatakan sebagai negara yang makmur, malah sebagai negara yang miskin. Salah
satu yang menjadi sebab kenyataan tersebut karena kurangnya pengetahuan mengenai
bagaimana cara mengembangkan sumber daya alam yang tersedia dengan
sebaik-baiknya. Jika dihubungkan dengan aspek secara umum maka kemiskinan bisa
disebabkan kedalam beberapa aspek yaitu:
a. Individual,
atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan,
atau kemampuan dari si miskin.
b. Keluarga, yang menghubungkan
kemiskinan dengan pendidikan keluarga.
c. Sub-budaya, yang menghubungkan
kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam
lingkungan sekitar.
d. Agensi,
yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang,
pemerintah, dan ekonomi.
e. Sruktural, yang memberikan alasan
bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
f. Kemalasan dari individu dimana tidak
adanya keinginan atau usaha untuk maju kepada kehidupan yang lebih baik.
Berbagai persoalan kemiskinan memang pada dasarnya terletak
pada individu yang merupakan bagian dari masyarakat apakah itu miskin atau
tidak. Kemiskinan bisa dilihat dari berbagai disiplin ilmu seperti dari aspek
Sosial bahwa kemiskinan diakibatkan karena terbatasnya interaksi sosial dan
penguasaan informasi dimana terjadi sebuah ketidak tahuan mengenai teknologi
informasi yang diakibatkan kurangnya atau sempitnya interaksi antara masyarakat
Secara umum terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya kemiskinan antara lain :
a. Kelebihan penduduk
Suatu situasi dimana jumlah penduduk lebih banyak dari sumber daya yang
tersedia. Jumlah pengguna sumber alam yang terbatas digunakan oleh penduduk
yang jumlahnya dari hari ke hari semakin bertambah. Sebenarnya hal ini
merupakan suatu permasalahan yang kompleks. Memang, populasi penduduk di
Indonesia semakin bertambah seiring bertambahnya waktu, namun seperti yang
disebutkan sebelumnya, jumlah aset atau sumber daya alam dari Indonesia yang
begitu luas hanya dapat dimanfaatkan secaa maksimal kurang dari 1 persen oleh
rakyat Indonesia. Dilihat dari kebijakan pemerintah pada aset pertambangan
minyak bumi, kebijakan tersebut memberikan 70 persen hasil tambang untuk
diekspor sedangkan 30 persen untuk dikelola oleh negara. Kebijakan seperti itu
hanya akan mengakibatkan kemiskinan semakin bertambah padahal jika 70%
digunakan untuk dikelola dan 30% untuk diekspor tentu akan lebih menguntungkan
bangsa Indonesia dari segi ekonomi.
b. Ketidak merataan sumber daya hidup
Maksudnya adalah distribusi sumber daya kepada masyarakat tidak dapat
dilakukan secara merata. Hal ini menyebabkan terdapat daerah-daerah tertentu
yang mengalami kelebihan dan kekuarangan sumber daya. Daerah yang kekurangan
sumber daya ini akhirnya menjadi daerah dengan penduduk miskin. Sumber daya
yang dimaksud bukan hanya sumbe daya manusia tapi juga berupa bantuan finansial
untuk mengelola sumber daya alam yang ada didaerah tersebut. Ketidak merataan
sumber daya ini merupakan tanggung jawab sepenuhnya dari pemerintah dalam
mengelola APBN dan sebarannya. Dengan tidak meratanya penyebaran sumber daya
ini kemiskinan akan semakin bertambah.
Misalnya, di salah satu daerah di sulawesi barat, sumber daya alam disana
melimpah ruah, namun karena keterbatasan akses jalan raya menuju ke daerah
perkotaan untuk menjual hasil alamnya sehingga menjadikan daerah tersebut
sebagai salah satu daerah miskin. Sama halnya dengan beberapa daerah di perbatasan-perbatsan
Indonesia dengan negara lain, ketidakmerataan sumber daya hidup menyebabkan
daerah tersebut sebagai daerah terpencil dan miskin. Pemerataan sumber daya
hanya terpusat pada daerah perkotaan dan beberapa daerah disekitarnya.
c. Standar hidup dan pengeluaran yang tinggi
Situasi masyarakat dimana kondisi sosial menuntut standar hidup layak yang
membutuhkan pengeluaran tinggi. Pada umumya harga-harga kebutuhan pokok
melambung tinggi hingga sulit dicapai. Kondisi ini secara otomatis akan
mendatangkan kemiskinanapabila kenaikan jumlah peneluaran tidak diikuti dengan
kenaikan jumlah pemasukan. Sesuai dengan standar minimal unutk dinyatakan
miskin yaitu pengeluaran harus setengah dari pemasukan. Dengan naiknya
harga-harga bahan kebutuhan pokok, maka semakin menyebabkan bertambahnya
kemiskinan di Indonesia. Misalnya, pada tahun-tahun sebelumnya harga bahan
bakar minyak bertambah, hal itu berdampak pada semua sektor kehidupan
masyarakat. Terdapat banyak PHK dimana-mana, harga kebutuhan pokok meningkat
tajam, namun tidak diringi dengan pemasukan yang naik pula. Hal seperti inilah
yang dapat meningkatkan bertambahnya kemiskinan.
d. Tidak diperolehnya pendidikan dan tidak
tersedianya lapangan pekerjaan
Buta huruf dan tidak adanya pendidikan menjadi sebuah karakteristik utama
yang terjadi pada masyarakat dalam kategori miskin. Tanpa pendidikan masyarakat
tidak akan mampu mencari penghasilan dengan kehidupan yang maksimal. Maksudnya
tanpa pendidikan masyarakat terancam memiliki cara hidup yang minim, padahal di
zaman sekarang sangat mustahil untuk bertahan pada cara hidup yang minim.
Diperlukan teknologi yang hanya dapat dicapai masyarakat terdidik untuk tetap
bertahan hidup. Masyarakat miskin juga identik dengan masyarakat yang hidup
dengan kondisi minimnya lapangan pekerjaan ketidaktersediaan lapangan pekerjaan
membuat masyarakat sulit mendapatka penghasilan. Pengeluaran yang tiada batas
diikuti dengan tidak adanya penghasilan otomatis membuat masyarakat menjadi
kesulitan memenhuhi kebutuhannya, dan kemudian diikuti dengan ancaman
kemiskinan.
Namun
menurut Mubiyarto, 1993; Sumodiningrat 1998; Rocman, 2010; Handoyo, 2010 Kemiskinan
tidak disebabkan oleh faktor tunggal, dan juga tidak terjadi secara
linier. Sebaliknya, kemiskinan bersifat majemuk dan disebabkan oleh multi
faktor yang saling terkait satu dengan yang lain. Secara prinsip ada tiga
faktor penyebab kemiskinan, yaitu faktor struktural, faktor kultural, dan
sumberdaya alam yang terbatas.
a. Faktor struktural penyebab kemiskinan
berupa:
(1) Struktur sosial
masyarakat yang menyebabkan sekelompok orang berada pada lapisan miskin.
Keluarga miskin dengan kepemilikan lahan yang sempit, atau bahkan tidak punya
sama sekali. Anak-anak yang lahir dari keluarga seperti ini, sejak awal sudah
mewarisi kemiskinan tersebut. Mereka sulit mendapatkan akses untuk meningkatkan
pendidikan dan keterampilan untuk memperbaiki kualitas diri dan hidupnya
sehingga jatuh dalam situasi kemiskinan yang tidak jauh berbeda dengan generasi
sebelumnya.
(2) Praktek ekonomi
masih jauh dari nilai-nilai moral Pancasila yang bertumpu pada kebersamaan,
kekeluargaan, dan keadilan. Dalam praktek kehidupan lebih mengarah pada
praktek ekonomi pasar bebas yang mengagungkan kompetisi dan individu dari pada
kebersamaan, kekeluargaan, dan masih jauh dari nilai keadilan.
(3) Pasal 33 UUD
1945 masih belum efektif untuk diterjemahkan dalam peraturan organik yang lebih
operasional untuk mengatur praktek kegiatan ekonomi. Undang-undang dan
peraturan pemerintah sebagai turunan dari pasal 33 tersebut masih dibutuhkan.
Sejumlah Undang-Undang Organik dan peraturan telah dibuat oleh lembaga tinggi
negara yang berkompeten. Namun, bukan berarti permasalahannya selesai dengan
Undang-Undang Organik tersebut. Kenyataanya masih muncul berbagai masalah yang
berdampak pada potensi peningkatan jumlah penduduk miskin. Pengelolaan sumber
daya air, tambang dan gas yang kurang baik dapat menimbulkan jumlah penduduk
miskin. Sebagai contoh sumber daya air yang tidak terkelola dengan baik
menyebabkan air sungai tercemar. Pada hal selama ini sungai menjadi sumber air
keluarga, terutama bagi rumah tangga miskin. Tidak berfungsinya air sungai
sebagai sumber air bersih menyebabkan rumah tangga miskin membeli air bersih,
setidahnya untuk minum, atau terpaksa mengkonsumsi air yang tercemar tersebut.
Sebagai akibatnya mereka mengeluarkan biaya hidup untuk membeli air. Hal itu
akan menambah jumlah kemiskinan penduduk. Sumber daya alam yang melimpah tidak
otomatis dapat mensejahterakan penduduk sekitar. Kasus tambang di Papua
menggambarkan realitas itu. Tambang emas, tembaga yang sangat besar itu belum
dapat mengentaskan kemiskinan penduduk sekitar dan membebaskan dari
keterbelakangan. Hal itu dapat terjadi karena: (1) nilai kontrak yang terlalu
murah, (2) distribusi hasil yang belum berpihak pada kaum miskin sekitar, (3)
pengelolaan yang salah.
(4) Paradigma
ekonomi masih bertumpu pada ekonomi neoliberal yang kapitalistik. Dalam
Peradaban global diakui bahwa pengaruh ekonomi kapitalistik demikian besar.
Bahkan peradapan kehidupan umat manusia pada abad XXI ini telah dimenangkan
oleh peradaban kapitalistik. Karena itu, pemikiran-pemikiran neo liberalisme,
di sadari atau tidak banyak mempengaruhi kebijakakan ekonomi di
Indonesia. Praktek ekonomi yang bertumpu pada modal dan pasar bebas menjadi
dasar dalam aktivitas ekonomi. Sebagai contoh terbaru adalah kebijakan yang
longgar terhadap keberadaan pasar modern supermaket/minimarket. Pemerintah
daerah belum memiliki aturan yang jelas tentang masalah ini. Sementara
dilapangan telah bergulir pembangunan supermaket tersebut demikian cepatnya.
Sebagai akibatnya banyak toko-toko di pasar tradisional atau di luarnya yang
mengalami penurunan pembeli, karena tidak dapat bersaing. Aturan yang telah
ditetapkan jarak 500m dari pasar tradisional, ternyata tidak dapat berjalan
efektif.
(5) Konsistensi
terhadap nilai-nilai moral Pancasila yang masih kurang. Pancasila merupakan
seperangkat nilai-nilai luhur dan mulia yang menggambarkan hubungan mausia
dengan Tuhan, Manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan alam. Jabaran
nilai-nilai luhur tersebut tersurat dan tersirat dalam Undang-Undang Dasar
1945. Pancasila mengajarkan praktek ekonomi yang demokratis, berkeadilan,
efisien, dan berkelanjutan, dan menempatkan posisi negara sebagai entitas yang
penting sebagai regulatator dan eksekutor. Namun, kenyataanya praktek ekonomi
lebih berpihak kepada ekonomi modal besar dari pada rakyat. Nasib ekonomi
kerakyatan menjadi kurang jelas, dan kurang berkelnjutan.
b. Faktor kultural penyebab kemiskinan
berupa:
(1) Penyakit
individu (patologis) yang melihat kemiskinan sebagai
akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin.
(2) penyebab
keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga.
(3) penyebab
sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan
kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar.
(4) penyebab agensi,
yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang,
pemerintah, dan ekonomi.
c. Faktor sumberdaya alam yang terbatas
berupa:
(1) Tanah yang
semakin tandus dan terkontaminasi bahan kimia.
(2) Curah hujan yang
rendah hingga kering.
(3) Wilayah tambang
yang sudah tinggal sisa-sisa.
(4) Kepemilikan
lahan yang semakin menyempit dan hanya bekerja sebagai buruh tani.
Sedangkan menurut Depsos RI (2005), mengkatergorikan penyebab kemiskinan
kedalam dua hal berikut :
1. Faktor Internal
Faktor-faktor
internal (dari dalam diri individu atau keluarga fakir miskin) yang menyebabkan
terjadinya kemiskinan antara lain berupa kekurangmampuan dalam hal:
1. Fisik (misalnya cacat, kurang gizi,
sakit-sakitan).
2. Intelektual (misalnya kurangnya pengetahuan,
kebodohan, kekrangtahuan informasi).
3. Mental emosional (misalnya malas, mudah menyerah,
putus asa, temperamental)
4. Spritual (misalnya tidak jujur, penipu,
serakah, tidak disiplin).
5. Sosial psikologis (misalnya kurang motivasi,
kurang percaya diri, depresi/stres, kurang relasi, kurang mampu mencari
dukungan)
6. Keterampilan (misalmya tidak mempunyai keahlian
yang sesuai dengan permintaan lapangan kerja)
7. Asset (misalnya tidak memiliki stok kekayaan
dalam bentuk tanah, rumah, tabungan, kendaraan, dan modal kerja)
2. Faktor Eksternal
Faktor-faktor eksternal (berada diluar diri individu atau keluarga) yang
menyebabkan terjadinya kemiskinan, antara lain :
1.
Terbatasnya pelayanan sosial dasar
2.
Tidak dilindunginya hak atas kepemilikan tanah
3.
Terbatasnya lapangan pekerjaan formal dan kurangnya
terlindunginya usaha-usaha sektor informal,
4.
Kebijakan perbankan terhadap layanan kredit mikro dan
tingkat bunga yang tidak mendukung sektor usaha mikro.
5.
Belum terciptanya sistem ekonomi kerakyatan dengan
prioritas sektor riil masyarakat banyak.
6.
Sistem mobilisasi dan pendayagunaan dana sosial
masyarakat yang belum optimal (seperti zakt)
7.
Dampak sosial negatif dari program penyesuaian
struktural (stuctural Adjusment Preogram/SAP)
8.
Budaya yang kurang mendukung kemajuan dan
kesejahteraan
9.
Kondisi geografis yang sulit, tandus, terpencil, atau
daerah bencana
10.
Pembangunan yang lebih berorientasi fisik material
11.
Pembangunan ekonomi antar daerah yang belum merata
12.
Kebijakan publik yang belum berpihak kepada pendukuk
miskin
Faktor internal dan eksternal tersebut mengakibatkan kondisi fakir miskin
tidak mempu dalam hal :
1.
Memunuhi kebutuhan dasar sehari-hari, seperti tidak
mampu memenuhi sandang, papan, pangan, air bersih, kesehatan dasar, dan
pendidikan dasar.
2.
Menampilkan peranan sosial, seperti tidak mampu
melaksanakan tanggung jawab sebagai pencari nafkah, sebagai orang tua, dan
sebagai warga masyarakat dalam suatu lingkungan komunitas.
3.
Mengatasi masalah-masalah sosial psikologis yang
dihadapinya, seperti konflik kepribadian, stres, kurang percaya diri, masalah
keluarga dan keterasingan dari lingkungan.
4.
Mengembangkan potensi diri dan lingkungan, seperti
ketrampilan wirausaha, keberanian memulai bisnis, membangun jaringan, akses
informasi dan sebagainya.
5.
Mengembangkan faktor produksi sendiri, seperti
kepemilikan tanah yang terbatas, tidak ada sarana prasarana produksi, keterampilan
UEP.
Kemiskinan yang terjadi merupakan
sebuah masalah yang tentunya memberikan dampak bagi masyarakat baik itu dampak
positiv maupun dampak yang negatif. Dampak yang ditimbulkan dari kemiskinan
dapat dikelompokan kedalam beberapa masalah seperti :
a.
Dampak
Masalah Kependudukan
Dilihat dari segi kependudukan,
kemiskinan berdampak pada ketidak meratanya pertumbuhan peduduk disetiap
wilayah sehingga ketidakmerataan tersebut membawa konsekuensi berat kepada
aspek-aspek kehidupan sosialainya. Secara nasional penduduk yang tidak
merata mambawa akibat bagi penyediaan berbagai sarana dan kebutuhan penduduk.
Dalam bidang lapangan pekerjaan terjadi ketidakseimbangan antara pertumbuhan
angkatan kerja dengan pertumbuhan lapangan kerja dan pada akhirnya menimbulkan
pengangguran baik secara tersembunyi ataupun pengangguran secara terbuka.
b.
Dampak
Masalah Ekonomi
Masalah Ekonomi menyangkut masalah
kerumahtanggaan penduduk dalam memenuhi kebutuhan materinya. Masalah ini
terbagi kedalam beberapa aspek yaitu aspek kuantitas, kualitas penduduk, sumber
daya alam dan manusia, komunikasi dan transportasi, kondisi dan lokasi
geografi. Ditinjau dari segi kuantitas Penduduk Indonesia merupakan memiliki
kekuatan ekonomi yang bisa dikembangkan terutama dengan jumlah penduduk yang
banyak. Tapi kemiskinan menjadikan Penduduk tidak memiliki kekuatan dalam
mengenbangkan perekoomia Indonesia. Kemudian kemiskinan menjadikan penduduk
seolah menunjukan kelemahanya sebagai konsumen berbagai produksi. Seretnya transportasi
komunkasi menyebabkan perekonomian terhambat seperti pada dasarnya daerah
tersebut memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan tapi tatap saja
kehidupan penduduknya tetap rendah.
c.
Dampak
Masalah Lingkungan
Masalah lingkungan dapat diartikan
bahwa masalah yang terjadi di lingkungan hidup manusia mengancamketentraman dan
kesejah teraan manusia yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara komponan
manusia dengan lingkungan yang menjadi penampung dan penjamin kehidupan
manusia. Dampak lainya yaitu keterbelakangan pembangunan, kebodohan,
kebanjiran, pencemaran lingkungan dan tingkat kesehatan yang rendah yang
diakibatkan karena lingkungan yang kurang mendukung karena kemiskinan.
d.
Dampak
Masalah Pendidikan
Pendidikan secara luas merupakan
dasar pembentukan kepribadian, kemajuan ilmu, kemajuan teknologi dan kemajuan
kehidupan sosial pada umumnya. Dampak kemiskinan terhadap pendidikan memang
sangat merugikan sekali karena telah menghilangkan pentingnya pendidikan dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa. Sehingga tidak sedikit penduduk Indonesia yang
belum mengenal pendidikan.
e.
Pemberontakan
Pemberontakan merupakan bentuk
kekecewaan dari masyarakat terhadap pemerintah yang dinilai telah gagal
menciptakan kesejahteraan rakyatnya, perang saudara antar-etnis, golongan,
ideologi demi sebuah kekuasaan dan untuk menguasai kekuasaan, dan yang lainnya.
Semua itu tidak terlepas dari usaha masyarakat untuk melakukan perubahan
nasibnya agar menjadi lebih baik (sejahtera) dari keadaan kemiskinan yang
menimpanya. Pemberontakan sepertiitu biasanya terjadi di negara berkembang atau
negara miskin.
2.3 Cara Mengatasi Kemiskinan
Penanganan
berbagai masalah di atas memerlukan strategi penanggulangan kemiskinan
yang jelas. Pemerintah Indonesia dan berbagai pihak terkait lainnya memiliki
sepuluh langkah yang cukup komprehensif dalam penanggulangan kemiskinan.
Langkah pertama yang dapat dilakukan oleh pemerintahan adalah menyelesaikan dan
mengadaptasikan rancangan strategi penanggulangan kemiskinan yang telah
berjalan, dan langkah berikutnya adalah pelaksanaan yang konsisten. Pada tahap
kedua inilah pemerintah—pemerintah daerah sering mengalami kegagalan. Berikut
ini dijabarkan sepuluh langkah yang dapat diambil dalam mengimplemen-tasikan
strategi pengentasan kemiskinan tersebut.
1.
Peningkatan fasilitas jalan dan listrik di pedesan. Berbagai
pengalaman di China, Vietnam dan juga di Indonesia sendiri menunjukkan bahwa
pembangunan jalan di area pedesaan merupakan cara yang efektif dalam mengurangi
kemiskinan. Jalan nasional dan jalan provinsi di Indonesia relatif dalam
keadaan yang baik. Tetapi, setengah dari jalankabupaten berada dalam kondisi
yang buruk.Walaupun berbagai masalah di atas terlihat rumit dalam
pelaksanaannya, solusinya dapat terlihat dengan jelas:
1. Menjalankan
program skala besar untuk membangun jalan pedesaan dan di tingkat kabupaten.
2. Membiayai
program di atas melalui Dana Alokasi Khusus (DAK).
3. Menjalankan
program pekerjaan umum yang bersifat padat karya.
4. Menjalankan
strategi pembangunan fasilitas listrik pada desa-desa yang belum menikmati
tenaga listrik
2.
Perbaikan tingkat kesehatan melalui fasilitas sanitasi yang lebih baik. Untuk
mengatasi hal tersebut ada dua hal yang dapat dilakukan:
1. Pada
sisi permintaan. Pmerintah dapat menjalankan kampanye publik secara
nasional untuk meningkatkan kesadaran dalam penggunaan fasilitas sanitasi yang
lebih baik. Biaya yang diperlukan untuk kampanye tersebut tidaklah terlalu
tinggi, sementara menjanjikan hasil yang cukup baik.
2. Pada
sisi penawaran, tentu saja penyediaan sanitasi harus diperbaiki. Aspek
terpenting adalah membiayai investasi di bidang sanitasi yang akan terus
meningkat. Dua pilihan yang dapat dilakukan adalah:
a. mengadakan
kesepakatan nasional untuk membahas masalah pembiayaan fasilitas sanitasi dan
b. mendorong
pemerintah lokal untuk membangun fasilitas sanitasi pada tingkat daerah dan
kota; misalnya dengan menyediakan DAK untuk pembiayaan sanitasi ataupun dengan
menyusun standar pelayanan minimum.
3.
Penghapusan larangan impor beras. Larangan
impor beras yang diterapkan bukanlah merupakan kebijakan yang tepat dalam
membantu petani. Tetapi kebijakan yang merugikan orang miskin. Studi yang baru
saja dilakukan menunjukkan bahwa lebih dari 1,5 juta orang masuk dalam kategori
miskin akibat dari kebijakan tersebut. Oleh karena beberapa langkah di bawah
ini patut mendapat perhatian:
1. Penghapusan
larangan impor beras.
2. Pengganti
larangan impor dengan bea masuk yang lebih rendah.
3. Memperbolehkan
siapapun untuk melakukan impor.
4.
Pembatasan pajak dan retribusi daerah yang merugikan usaha lokal dan orang. Salah
satu sumber penghasilan terpenting bagi penduduk miskin di daerah pedesaan
adalah wiraswasta dan usaha pendukung pertanian. Oleh karena itu pemerintah
dapat berusaha menurunkan beban yangditanggung oleh penduduk miskin dengan
cara:
1. Menggantikan
sistem pajak daerah yang berlaku dengan mengeluarkan daftar sumber penghasilan
yang boleh dipungut oleh pemerintah daerah.
2. Menghentikan
pungutan pajak dan retribusi daerah yang tidak diperlukan, dengan
mengharuskan pemerintah daerah untuk mengadakan pengkajian dampak suatu
peraturan sebelum mengeluarkan pungutanbaru.
3. Menciptakan
dan memperbaiki sistem pelayanan satu atap dan meningkatkan kemampuan
serta pemberian insentif pada berbagai elemen pemerintahan daerah. (4)
Membentuk sebuah komisi dalam mengawasi pungutan-pungutan liar dan pembayaran
yang dilindungi.
5.
Pemberian hak penggunaan tanah bagi penduduk miskin.
1. Mempercepat
program sertifikasi tanah secara dramatis agar setidaknya mencapai tingkatan
yang sama dengan rata-rata negara Asia Timur lainnya.
2. Mengkaji
ulang dan memperbaiki undang-undang pertanahan, kehutanan dan juga pertanian.
3. Mengkaji
kemungkinan redistiribusi tanah milik perusahan negara yangtidak digunakan
kepada masyarakat miskin yang tidak memiliki tanah.
4. Mengakomodasi
kepemilikan komunal atas tanah sebagai salah satu bentuk kepemilikan.
Prinsip yang terpenting adalah kepastian dalam penggunaan tanah, bukan hanya
pada kepemilikan secara pribadi.
5. Mendukung
adanya penyelesaian masalah pertanahan secara kekeluargaan, disamping membentuk
peradilan khusus mengenai masalah pertanahan.
6. Mempersiapkan
peraturan yang menjamin kepastian hukum bagi masyarakat miskin yang tinggal di
area perhutanan.
6.
Membangun lembaga-lembaga pembiayaan
mikro (LPM) yang memberi manfaat pada penduduk miskin. Berbagai
langkah penting yang dapat diambil untuk meningkatkan akses penduduk miskin
atas kredit pembiayaan adalah:
1. Menyelesaikan
rancangan undang-undang mengenai LPM yang memberikan dasar hukum dan kerangka
kelembagaan bagi lembaga pembiayaan mikro untuk menghimpun dan menyalurkan dana
bagi penduduk miskin.
2. Membangun
hubungan antara sektor perbankan dengan LPM, misalnya dengan memberikan
kesempatan bagi BKD untuk menjadi agen untuk bank-bank komersial dalam
menghimpun dan menyalurkan dana.
3. Menghentikan
penyaluran bantuan modal dan skema pinjaman yang disubsidi. Dana sebanyak tiga
trilliun rupiah yang selama ini disalurkan, dapat digunakan untuk meningkatkan
kapasitas dan kemampuan lembaga pembiayaan mikro, baik yang formal maupun yang
berasal dari inisiatif masyarakat setempat, untuk dapat mengjangkau kalangan
yang lebih luas.
4. Mengesahkan
revisi Undang-Undang Koperasi guna memberikan kerangka hukum yang lebih baik
untuk pengembangan pembiayaan
7.
Perbaikan atas kualitas pendidikan dan penyediaan pendidikan transisi untuk
sekolah menengah. Pemerintah dapat memperbaiki kualitas
pendidikan dan mencegah terputusnya pendidikan masyarakat miskin dengan cara:
1. Membantu
pengembangan Manajemen dan pembiayaan pendidikan yang bertumpu pada peran
sekolah.
2. Menyediakan
dana bantuan pendidikan bagi masyarakat miskin.
3. Mengubah
beasiswa Jaring Pengaman Sosial
8.
Mengurangi tingkat kematian ibu pada saat persalinan.
Ada
beberapa cara yang dapat dilakukan pemerintah untuk menurunkan angka kematian
tersebut, yaitu:
1. Meluncurkan
kampanye nasional untuk meningkatkan kesadaran atas manfaat penanganan medis
professional pada saat persalinan, serta periode sebelum dan sesudahnya.
2. Menyediakan
bantuan persalinan gratis bagi penduduk miskin,
3. Meningkatkan
pelatihan bagi bidan desa,
9.
Menyediakan lebih banyak dana untuk daerah-daerah miskin. Pemberian
dana yang terarah dengan baik dapat membantu masalah ini. Untuk memecahkan
masalah tersebut, pemerintah dapat melakukan beberapa hal di bawah ini:
1. Memperbaiki
formulasi Dana Alokasi Umum (DAU) agar memungkinkan pemerintah daerah dapat
menyediakan pelayanan dasar yang cukup baik. DAU dimaksudkan untuk membantu
kesenjangan keuangan antar daerah berdasarkan formula yang memperhitungkan
tingkat kemiskinan, luas wilayah, jumlah penduduk, biaya hidup dan kapasitas
fiskal.
2. Meningkatkan
pemberian DAK untuk menunjang target program nasional pengentasan kemiskinan.
Dana Alokasi Khusus dapat menjadi insentif bagi pemerintah daerah untuk
memenuhi target penurunan tingkat kemiskinan.
10.Merancang
perlindungan sosial yang lebih tepat sasaran. Pemerintah dapat
meningkatkan bantuan pada masyarakat miskin disamping mengadakan penghematan
dengan cara:
(1) Mengurangi subsidi bahan bakar minyak
(BBM).
(2) Menggunakan tabungan pemerintah yang ada
untuk mengembangkan program perlindungan sosial,
(3) Memperbaiki penetapan sasaran agar dapat
menyentuh lebih banyak penduduk miskin.
(4)
Membentuk gugus tugas yang mengkaji sistem perlindungan sosial.
2.4
Kemiskinan ditinjau dari Segi Ekonomi
Kemiskinan ditinjau
dari segi ekonomi adalah suatu kondisi di mana suatu subjek mengalami
keterbatasan ekonomi dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya sehingga
mengganggu tercapainya tujuan. Kemiskinan ekonomi merupakan kemiskinan
yang paling banyak mempengaruhi kehidupan objek bersangkutan. Contoh
kemiskinan ekonomi adalah kemiskinan yang dialami oleh Negara-negara di Afrika.
Negara termiskin di dunia dalam segi ekonomi adalah Zimbabwe. Kekayaan yang
dimiliki Zimbabwe hanya 200 US Dollar, setara dengan 1,8 juta. Kemiskinan
tersebut dapat dilhat dari tingkat konsumsi dan produktivitas Zimbabwe yang
rendah. Aktifitas ekonomi makro dan mikronya terbatas. Inflasi terus meningkat
sebanyak 2,2 juta persen dan merupakan inflasi tertinggi di dunia.
Atau
juga Kemiskinan dapat melanda suatu masyarakat apabila sumber alamnya tidak
lagi memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka. Sering dikatakan oleh para
ahli, bahwa masyarakat itu miskin karena memang dasarnya (alamiah miskin).
Alamiah miskin yang dimaksud adalah kekayaan alamnya, misalnya tanahnya
berbatu-batu, tidak menyimpan kekayaan mineral dan sebagainya. Dengan demikian
layaklah kalau miskin sumber daya alam, miskin juga masyarakatnya.
Dalam aspek Ekonomi, kemiskinan dilatar belakangi oleh
terbatasnya alat pemenuhan kebutuhan akibat dari terbatasnya pemilikan alat
produksi sehingga upah yang didapatkan sangat rendah dan tidak adanya inisiatif
untuk menabung sebagai simpanan yang bisa digunakan ketika butuh untuk
keperluan yang sangat penting. Dengan indikator ekonomi maka kemiskinan bisa
dilihat dengan beberapa pendekatan yaitu produksi, pendapatan, dan pengeluaran.
Sementara ini yang dilakukan Biro Pusat Statistik (BPS) untuk menarik garis
kemiskinan adalah pendekatan pengeluaran. Dari Aspek Psikologi terutama akibat
rasa rendah diri, fatalisme, malas, dan rasa terisolir. Sedangkan, dari Aspek
Politik berkaitan dengan kecilnya akses terhadap berbagai fasilitas dan
kesempatan, diskriminatif, posisi lemah dalam proses pengambil keputusan.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2006 menyebutkan
sebanyak 39,30 juta jiwa (17,75 persen) penduduk Indonesia dikatakan penduduk
miskin. Pada tahun 2007 sebanyak 105,3 juta jiwa (BPS: 37,17 juta jiwa atau
16,58 persen), dan diperkirakan pada 2008 penduduk indonesia diperkirakan
sekitar 49 persen merupakan masyarakat miskin sehingga Indonesia termasuksalah
satu negara miskin di dunia terutama dilihat dari daya beli masyarakat
Indonesia dinilai sangat kurang sekali dan juga permasalaha gizi buruk yang
semakin meningkat. Tingginya angka kemiskinan dapat disimpulkan bahwa kemiskian
merupakan persoalan kolektif dan struktural akibat dari konstruksi ekonomi,
sosial dan politik yang berkembang di masyarakat. Sedangkan di dalam
pemerintahan sendiri, dengan adanya subsidi terhadap kenaikan barang yang
berimbas pada masyarakat menjadikan hilangnya subsidi untuk yang lainya yang
disebabkan karena keterbatasan dana yang tersedia akibat
kepentingan-kepentingan individu yang tidak mengedepankan aspek kesejahteraan
dan keselamatan rakyat.
Karena
terbatasnya kesempatan kerja, masyarakat miskin umumnya menghadapi permasalahan
terbatasnya peluang usaha, lemahnya perlindungan terhadap asset usaha,
perbedaan upah serta lemahnya perlindungan kerja terutama pekerja anak dan
pekerja perempuan seperti pembantu rumah tangga. Masyarakat miskin terbatas
modal dan kurang ketrampilan maupun pengetahuan. Kondisi ketenagakerjaan pada
tahun 2003 menunjukkan belum adanya perbaikan. Bahkan, berdasarkan angka
pengangguran terbuka selama 5 tahun terakhir menunjukkan jumlahnya terus
meningkat. Pengangguran terbuka yang berjumlah sekitar 1.756.639 orang atau
17,2% dari jumlah angkatan kerja pada tahun 2000 meningkat menjadi sekitar
1.802.553 orang atau 18,3% dari jumlah angkatan kerja pada tahun 2001. Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) mencapai 56,02%. Partisipasi angkatan kerja
yang paling menonjol di daerah pedesaan (58,03%) dan sangat tinggi untuk
laki-laki (80,64%). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan
distribusi pendapatan yang adil dan merata. Sebab, pertumbuhan ekonomi yang
tinggi ini hanya dinikmati oleh sekelompok kecil masyarakat, seperti:
masyarakat perkotaan, sedangkan masyarakat pedesaan atau pinggiran mendapat
porsi yang kecil dan tertinggal. Kesenjangan di daerah ini semakin diperburuk
karena adanya kesenjangan dalam pembangunan antar sektor, terutama antara
sektor pertanian (basis ekonomi pedesaan) dan non-pertanian (ekonomi
perkotaan). Kondisi ini mengindikasikan bahwa pemecahan persoalan tenaga kerja
harus mengacu pada penyediaan lapangan kerja untuk penduduk pedesaan dan
laki-laki.
Selain itu merosotnya standar perkembangan
pendapatan perkapita secara global, bahwa standar pendapatan per-kapita bergerak seimbang dengan
produktivitas yang ada pada suatu sistem. Jikalau produktivitas berangsur
meningkat maka pendapatan per-kapita pun akan naik. Begitu pula sebaliknya,
seandainya produktivitas menyusut maka pendapatan per-kapita akan turun
beriringan.
Berikut
beberapa faktor yang mempengaruhi kemerosotan standar perkembangan pendapatan
per-kapita:
1. Naiknya standar perkembangan suatu
daerah.
2. Politik ekonomi yang tidak sehat.
3. Faktor-faktor luar negeri,
diantaranya:
a. Rusaknya syarat-syarat perdagangan.
b. Beban hutang.
c. Kurangnya bantuan luar negeri
Melonjak
tingginya biaya kehidupan di suatu daerah adalah sebagai akibat dari tidak
adanya keseimbangan pendapatan atau gaji masyarakat. Tentunya kemiskinan adalah
konsekuensi logis dari realita di atas. Hal ini bisa disebabkan oleh karena
kurangnya tenaga kerja ahli dan banyaknya pengangguran.
Pembagian subsidi income pemerintah yang kurang merata. Hal ini selain menyulitkan akan
terpenuhinya kebutuhan pokok dan jaminan keamanan untuk para warga miskin, juga
secara tidak langsung mematikan sumber pemasukan warga. Bahkan di sisi lain
rakyat miskin masih terbebani oleh pajak negara.
2.5
Kemiskinan ditinjau dari Segi
Non-Ekonomi
1.
Dilihat
dari aspek Sosial
Adapun kemiskinan yang dilihat dari
aspek sosial, yaitu:
1) Kemiskinan, meliputi kelompok warga yang
menyandang ketidakmampuan sosial ekonomi atau warga yang rentan menjadi miskin
seperti: keluarga fakir miskin; keluarga rawan sosial ekonomi; dan warga
masyarakat yang berdomisili di lingkungan kumuh.
2) Keterlantaran, meliputi warga masyarakat yang
karena sesuatu hal mengalami keterlantaran fisik, mental dan sosial, seperti:
balita terlantar, anak dan remaja terlantar, termasuk anak jalanan dan pekerja
anak, orang dewasa terlantar, keluarga bermasalah sosial psikologis, dan lansia
terlantar.
3) Kecacatan, meliputi warga masyarakat yang
mengalami kecacatan fisik dan mental sehingga terganggu fungsi sosialnya,
seperti: cacat veteran, cacat tubuh, cacat mental (retardasi, cacat mental
psychotik), tuna netra, tuna rungu wicara dan cacat bekas penderita penyakit
kronis.
4) Ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku,
meliputi warga masyarakat yang mengalami gangguan fungsi-fungsi sosialnya
akibat ketidakmampuannya mengadakan penyesuaian (social adjusment) secara
normatif, seperti: tuna susila, anak konflik dengan hukum/ nakal, bekas
narapidana, korban narkotika, gelandangan; pengemis, korban HIV/AIDS dan eks
penyakit kronis terlantar.
5) Keterasingan/ keterpencilan dan atau berada
dalam lingkungan yang buruk, meliputi warga masyarakat yang berdomisili di
daerah yang sulit terjangkau, atau terpencar-pencar, atau berpindah-pindah,
yang lazim disebut Komunitas Adat Terpencil.
6) Korban Bencana Alam dan Sosial, meliputi warga
masyarakat yang mengalami musibah atau bencana, seperti: korban bencana alam,
dan korban bencana sosial yang disebabkan oleh konflik sosial dan kemajemukan
latar belakang sosial budaya.
7) Korban Tindak Kekerasan, Eksploitasi dan
Diskriminasi, meliputi warga masyarakat yang mengalami tindak kekerasan, seperti:
anak yang dilacurkan, diperdagangkan dan bekerja dalam situasi terburuk, wanita
korban tindak kekerasan, Lanjut Usia korban tindak kekerasan; dan pekerja
migran korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminatif.
2.
Dilihat
dari aspek Politik
Secara
politik, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat akses terhadap kekuasaan (power).
Kekuasaan dalam pengertian ini mencakup tatanan sistem politik yang dapat
menentukan kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau dan menggunakan sumber
daya. Ada tiga pertanyaan mendasar yang terkait dengan akses terhadap kekuasaan
ini yaitu: 1).Bagaimana orang dapat memanfaatkan sumber daya yang ada dalam
masyarakat; 2).Bagaimana orang dapat turut ambil bagian dalam pembuatan
keputusan, dan 3).Bagaimana kemampuan untuk berpartisipasi dalam
kegiatan-kegiatan masyarakat. Dalam konteks politik ini Friedman (dalam
Suharto, 2009) mendefinisikan kemiskinan dalam kaitannya dengan ketidaksamaan
kesempatan dalam mengakumulasikan basis kekuasaan sosial yang meliputi:
1).Modal produktif atau asset (tanah, perumahan, alat produksi, kesehatan);
2).Sumber keuangan (pekerjaan, kredit);
3).Organisasi sosial dan politik yang dapat
digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (koprasi, partai politik, organisasi
sosial); 4).Jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang dan jasa;
5).Pengetahuan dan keterampilan; dan 6).Informasi yang berguna bagi kemajuan
hidup.
3.
Dilihat
dari aspek Pendidikan
Kurangnya
pendidikan dan ilmu pengetahuan sedangkan Pendidikan secara luas merupakan dasar
pembentukan kepribadian, kemajuan ilmu, kemajuan teknologi dan kemajuan
kehidupan sosial pada umumnya. kemiskinan memengaruhi kemampuan murid untuk
belajar secara efektif dalam sebuah lingkungan belajar . Terutama murid yang
berasal dari keluarga miskin , kebutuhan dasar mereka seperti dijelaksan oleh
abraham maslow dalam hierarki kebutuhan maslow , kebutuhan akan keamanan dan
rumah yang stabil , pakaian , dan kurangnya kandungan gizi makanan memengaruhi
kemampuan murid murid tersebut untuk belajar
4.
Dlihat
dari aspek Sosiologi
Kemiskinan
dapat dikaitkan dengan konsep kelas, stratifikasi sosial , struktur sosial dan
bentuk bentuk diferensasi sosial yang lain . Hal yang sama juga dijumpai dalam
usaha untuk melakukan pengukuran tingkat kemiskinan . Konsep taraf hidup (level
of living) mislnya , tidak hanya cukup dilihat dari sudut pendapatan , tetapi
juga perlu melihat faktor pendidikan , kesehatan , perumahan , dan kondisi
sosial yg lain
5.
Dilihat
dari aspek Geografi
Kemiskinan
geographical adalah suatu kondisi kurang menguntungkan karena factor geografi
yang ada pada dan di sekitar objek bersangkutan. Faktor ini berhubungan
langsung dengan alam dan lingkungan dalam segi posisi, jarak, dan aksesbilitas.
Contoh kemiskinan geographical adalah para pelajar dari Kampung Lambuang Bukik,
Kenagarian Koto Nan Tigo Utara, Kecamatan Sutera, Pesisir Selatan harus
menyeberangi sungai berarus deras dengan batuan di dasar sungai yang licin,
tanpa menggunakan alat bantu apapun untuk menuju ke sekolahnya. Terdapat
sekitar 40 pelajar SD dan SMP tiap pagi dan sore yang menyeberang sungai
tersebut. Mereka harus menaikkan celana atau rok hingga sepaha atau ada juga
yang memakai pakaian ganti ketika menyeberang. Hal tersebut disebabkan tidak
adanya infrastruktur jembatan atau jalan alternative darat yang dapat dilalui.
6.
Dilihat
dari aspek fisical
Kemiskinan
fisical adalah suatu kondisi di mana objek yang bersangkutan memiliki
keterbatasan fisik. Contoh kemiskinan fisical adalah Negara Singapore.
Singapore hanya memiliki luas 137 km atau 85 mil, tidak ada setengahnya dari
pulau Madura di Indonesia. Topografi alamnya kurang variatif. Tidak ada sumber
daya alam yang memiliki nilai jual tinggi. Kekayaan alam yang dimiliki
Singapore jauh lebih miskin disbanding kekayaan alam Indonesia. Namun secara
ekonomi, Singapore lebih maju dibanding Indonesia. Singapore menutupi
kemiskinan fisiknya dengan menumbuhkan dan meningkatkan ekonomi melalui ekonomi
berbasis bisnis, industry, pariwisata, dan teknologi.
7.
Dilihat
dari aspek Kekuasaan
Kemiskinan
kekuasaan adalah keterbatan kekuasaan yang dimiliki oleh suatu subjek
berdasarkan jabatan, status, dan kedudukan. Contoh dari kemiskinan
kekuasaan adalah Mbok Minah dari Kabupaten Banyumas yang dituduh dan dilaporkan
oleh PT. Rumpun Sari Antan dengan dakwaan mencuri tiga butir buah kakao,
divonis hukuman percobaan penjara selama 1 bulan 15 hari. Berbeda dengan para
koruptor yang melakukan tindak kejahatan besar, dapat menggunakan
kekuasaannya untuk membeli hukum dan menekan aparat hukum agar mendapat vonis
yang ringan atau bahkan kebal hukum. Mungkin masih banyak para koruptor yang
menduduki jabatan tinggi di badan pemerintahan dan instansi masih dapat
berkeliaran bebas dan belum tersentuh hukum.
8.
Dilihat
dari aspek Psikologis
Kemiskinan
jika dilihat dari aspek psikologis terdapat berbagai akibat yang masuk
kedalamnya, diantaranya adalah rasa rendah diri, fatalisme, malas, dan rasa
terisolir. Kemiskinan secara psikologis menunjuk pada kekurangan jaringan dan
struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan
peningkatan produktivitas. Dimensi kemiskinan ini juga dapat diartikan sebagai
kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat yang mencegah
atau merintangi seseorang dalam memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang ada dimasyarakat.
Faktor-faktor penghambat tersebut secara umum meliputi faktor internal dan
eksternal. Faktor internal datang dalam dari si miskin itu sendiri, seperti
rendahnya pendidikan atau adanya hambatan budaya. Teori “Kemiskinan Budaya”
yang dikemukakan Oscar Lewis, misalnya menyatakan bahwa kemiskinan dapat muncul
sebagai akibat adanya nilai-nilai atau kebudayaan yang dianut oleh orang-orang
miskin seperti malas, mudah menyerah pada nasib, kurang memiliki etos kerja,
dsb. Faktor eksternal datang dari luar kemampuan orang yang bersangkutan
seperti birokrasi atau peraturan-peraturan resmi yang dapat menghambat
seseorang dalam memanfaatkan sumber daya. Kemiskinan model ini seringkali
diistilahkan dengan kemiskinan struktural. Menurut pandangan ini, kemiskinan
terjadi bukan dikarenakan “ketidakmauan” si miskin untuk bekerja (malas),
melainkan karena “ketidakmampuan” sistem dan struktur sosial dalam menyediakan
kesempatan-kesempatan yang memungkinkan si miskin dapat bekerja. Konsepsi
kemiskinan yang bersifat multidimensional ini kiranya lebih cepat jika
digunakan sebagai pisau analisis dalam mendefinisikan kemiskinan dan merumuskan
kebijakan penanganan kemiskinan.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Jadi, kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan baik
secara individu, keluarga, maupun kelompok sehingga kondisi ini rentan terhadap
timbulnya permasalahan sosial yang lain. Secara umum faktor penyebab kemiskinan
adalah kelebihan penduduk, ketidakmerataan sumber daya hidup, standar hidup dan
pengeluaran yang tinggi, serta tidak diperolehnya pendidikan dan tidak tersedianya
lapangan pekerjaan. Kemiskinan ditinjau dari segi ekonomi
adalah suatu kondisi di mana suatu subjek mengalami keterbatasan ekonomi dalam
pemenuhan kebutuhan hidupnya sehingga mengganggu tercapainya
tujuan. Kemiskinan ekonomi merupakan kemiskinan yang paling banyak mempengaruhi
kehidupan objek bersangkutan. Sedangkan kemiskinan bila ditinjau dari segi
non-ekonomi terbagi menjadi beberapa aspek meliputi aspek sosial, politik,
pendidikan, sosiologi, geografi, fisical, psikologis, serta kekuasaan.
3.2
Saran
Dalam
menghadapi kemiskinan di zaman global diperlukan usaha-usaha yang lebih
kreatif, inovatif dan eksploratif. Selain itu,globalisasi membuka mata bagi
Pegawai pemerintah,maupun calon pegawai pemerintah agar berani mengambil sikap
yang lebih tegas sesuai dengan visi dan misi bangsa Indonesia ( tidak
memperkaya diri sendiri dan kelompoknya). Dan mengedepankan partisipasi
masyarakat Indonesia untuk lebih eksploratif. Di dalam menghadapi zaman
globalisasi ke depan mau tidak mau dengan meningkatkan kualitas SDM dalam
pengetahuan,wawasan,skill,mentalitas dan moralitas yang standarnya adalah
standar global.